Independent Progress Review (IPR): Pilot Initiative Program of PRSF – TIFA
Independent Progress Review (IPR): Pilot Initiative Program of PRSF – TIFA Poverty Reduction Through Safety In Migration In West Nusa Tenggara and East Nusa Tenggara (July – November 2014)
Konsultan: Yohanes Da Masenus Arus, Sabastian Saragih, Damairia Pakpahan, Titus Kusumajati, Abdul Ghofur, Yani Lestari.
Proyek “Poverty Reduction Strategy through Safety in Migration: A Pilot Initiative” (PRSM) diimplementasikan oleh TIFA Indonesia sebagai kelanjutan dari “Empowerment Program for Indonesian Migrant Workers and Families in their Place of Origin”, yang dilakukan oleh AusAID ANTARA pada bulan April hingga November 2010. Mengikuti evaluasi dan proses proses pembelajaran yang sudah dilakukan, pada bulan Maret 2012, PRSF menandatangani perjanjian baru dengan TIFA Indonesia, untuk mengimplemementasikan proyek PRSM ini. Proyek ini sepenuhnya diimlplementasikan oleh Yayasan TIFA mulai bulan Desember 2012, bekerja sama dengan 5 mitra lokal di 6 kecamatan, yaitu ADBMI (Lombok Timur), Koslata (Sumbawa), RPK (Kupang), PPSE Keuskupan Belu (Belu and Malaka), dan Delsos Keuskupan Larantuka (East Flores).
Tujuan IPR ini adalah:
- Mengidentifikasi capaian proyek dan output, terutama ditingkat penerima manfaat,
- Mengidentifikasi tantangan dalam proses mencapai outcome yang direncanakan,
- Mengukur kontribusi proyek untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung keberlanjutan proyek
- Mengidentifikasi pembelajaran untuk meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang.
IPR dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan melalui distribusi dan analisis 400 kuesioner di 4 kecamatan di Lombok Timur, Sumbawa, Kupang, Flores Timur dan 100 kuesioner lain untuk kecamatan Belu dan Malaka. Dua kampung ditiap kecamatan dipilih sesuai dengan kriteria yang dikembangkan, dan dalam tiap kampung ada 50 responden yang dipilih secara proporsional. Sedangkan metode kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dengan 150 orang dan 20 FGD di 6 kecamatan. Jadi ada 4 FGD per kecamatan, kecuali Belu dan Malaka yang hanya 2 FGD per kecamatan. FGD dilakukan di 3 kampung yang terpilih dari 6 kecamatan. Sejumlah pemangku kepentingan utama dari BNP2TKI, DFAT, PRSF dan TIFA juga diwawancara. Wawancara juga dilakukan dengan konsulat jendral Republik Indonesia di Sabah, Malaysia, juga 3 FGD di Kinibalu dan Keningau, sabah, Malaysia.**
Tulisan Terakhir
- Di Tangan Kamu: Satu Bumi untuk Semua
- Diskusi Lingkaran Iklim #2: Upaya Adaptasi Kota di Era Global Boiling – Mendalami Fenomena Iklim dan Metode Adaptasi Iklim di Lingkungan Perkotaan.
- “Hybridity”, Dari Buku Foto hingga Film Dokumenter: Sebuah Presentasi Karya Visual yang Mengulik Isu Lingkungan melalui Beragam Lanskap Rasa
- Diskusi Lingkaran Iklim #1: Memetakan dan Memperkaya Kamus Iklim Kita untuk Diskursus Iklim yang Produktif.
- Konsolidasi Regional Komunitas di Yogyakarta dalam Menyambut Aksi Global Power Up: Transisi Untuk Solusi
Komentar Terakhir
Arsip
- Januari 2024
- Desember 2023
- November 2023
- Oktober 2023
- Agustus 2023
- Juni 2023
- Mei 2023
- Maret 2023
- Oktober 2022
- September 2022
- Maret 2022
- Februari 2022
- Juli 2021
- Desember 2020
- Juli 2020
- Juni 2020
- Mei 2020
- Desember 2019
- November 2019
- Agustus 2019
- Juli 2019
- Mei 2019
- April 2019
- Januari 2019
- September 2018
- Agustus 2018
- Juli 2018
- Januari 2018
- November 2017
- Oktober 2017
- September 2017
- Agustus 2017
- Juli 2017
- Juni 2017
- Mei 2017
- April 2017
- Maret 2017
- Desember 2016
- November 2016
- Oktober 2016
- Juli 2016
- Juni 2016
- April 2016
- Januari 2016
- Desember 2015
- September 2015
- Juli 2015
- Mei 2015
- Januari 2015
- Desember 2014
- Agustus 2014
- April 2014
- Maret 2014
- Februari 2014
- Januari 2014
- Desember 2013
- November 2013
- Oktober 2013
- September 2013